Ketika sahabat Umar bin Khatthab datang ke Syam, ia blusukan ke daerah Hams dan meminta warga setempat untuk mendata masyarakat yang masuk dalam kategori orang miskin. Usai melakukan pendataan, warga Hams kemudian menyerahkan data tersebut kepada Umar. Betapa kagetnya Umar ketika menemukan nama Said bin Amir bin Khadimah, kepala daerah Hams, masuk dalam daftar orang miskin.
"Siapa Said bin Amir?" tanya Umar kepada warga, sebagaimana tercatat dalam kitab Uyunul Hayat (Ibnul Jauzi, 'Uyunul Hikayat, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1971], halaman 192).
"Amir kami," jawab warga serentak.
Seakan tak percaya, Umar kembali menanyakan sosok Said bin Amir yang dijawab oleh warga dengan jawaban yang sama.
"Kenapa amir kalian bisa miskin? Bukannya ada tunjangan, ada gaji?" tanya Umar.
Wahai Amirul Mu'minin, dia tidak pernah menyimpan apalagi menimbun harta sama sekali."
Mendengar jawaban itu Umar terharu dan sedih, hingga tak kuat menahan air mata. Seketika itu juga Umar bergegas menyiapkan tas yang kemudian diisi uang 1.000 dinar.
"Tolong berikan ini kepada Said bin Amir, sampaikan salamku kepadanya, sampaikan juga bahwa uang ini dari Amirul Mu'minin untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari," ucap Umar sambil menyerahkan tas pada seseorang yang diutus untuk menemui Said bin Amir.
Utusan Umar bin Khatthab pun sampai di rumah Said dan langsung menyerahkan tas yang berisi uang 1.000 dinar. Betapa kagetnya Said ketika membuka dan mendapati tas yang dipenuhi dengan uang dinar.
"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun," ucap Said yang kemudian terdengar oleh istrinya.
"Ada apa, suamiku? Apakah Amirul Mu'minin meninggal dunia?" tanya istri Said yang kaget mendengar suaminya mengucapkan kalimat istirja.
"Tidak, bahkan lebih dari itu," jawab Amir.
"Apakah kiamat sudah di depan mata?" tanya istrinya yang penasaran.
"Tidak, bahkan lebih dari itu," jawab Said.