• Jumat, 22 September 2023

Menghajikan Orangtua yang Sudah Wafat, Bagaimana Hukumnya?

Jarwoto
- Senin, 27 Juni 2022 | 15:00 WIB
Ilustrasi Ibadah Haji (pixabay.com)
Ilustrasi Ibadah Haji (pixabay.com)

Assalamu 'alaikum wr. wb.

saya mau bertanya, apakah boleh menggantikan orang tua yang sudah mendaftar haji dengan maksud menghajikannya, sementara ahli warisnya belum pernah haji? Terima kasih. (Amalia Sukowati).

Jawaban

Wa’alaikumus salam wr.wb. Penanya dan pembaca budiman, semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua.

Hukum Menghajikan Orang Tua yang Sudah Wafat Menurut Mazhab Syafi’i

Permasalahan ini termasuk kasus fiqih yang diperselisihkan ulama. Mazhab Syafi’i menyatakan orang yang menjadi badal atau menggantikan haji orang lain, termasuk orang tuanya yang telah wafat disyaratkan sudah haji dahulu bagi dirinya sendiri. Bila ia belum berhaji, maka tidak cukup atau tidak boleh untuk menggantikan haji orang lain:

عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ: مَنْ شُبْرُمَةُ؟ قَالَ: أَخٌ أَوْ قَرِيبٌ لِيْ. قَالَ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟ قَالَ: لَا. قَالَ: حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ، ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ. رواه أبو داود والدار قطني والبيهقي وغيرهم باسانيد صحيحة

Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, sungguh Nabi saw mendengar seorang lelaki membaca talbiyah: ‘Laibaika dari Syubrumah.’ Beliau pun meresponnya dengan bertanya: ‘Siapa Syubrumah?’ Laki-laki itu menjawab: ‘Saudara atau kerabatku.’ Nabi tanya lagi: ‘Apakah e=kamu sudah haji untuk dirimu sendiri?’ Orang itu menjawab: ‘Belum.’ Nabi pun bersabda: ‘Hajilah untuk dirimu sendiri, kemudian baru haji untuk Syubrumah.” (HR Abu Dawud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan selainnya dengan sanad shahih).

Dari hadits inilah mazhab Syafi’i menyatakan bahwa orang yang belum haji tidak boleh mengganti orang haji orang lain. Bila ia nekat melakukannya, maka otomatis ibadah haji yang dilakukan menjadi haji bagi dirinya. Pendapat seperti ini juga menjadi pendapat Ibnu Abbas ra, al-Auza’i, Imam Ahmad dan Ishaq. (An-Nawawi, Al-Majmû’ Syahrul Muhaddzab, juz VII, halaman 117-118).

Ada dua sisi pemahaman terhadap hadits tersebut sehingga menjadi dalil ketidakbolehan orang yang belum haji menggantikan haji orang lain. Pertama, dalam hadits itu Nabi saw menanyakan ibadah haji lelaki tersebut. Andaikan tidak ada hukum yang berbeda bagi orang yang mengganti haji orang lain dengan hukum haji pada umumnya, niscaya tidak perlu menanyakannya. Kedua, setelah mengetahui lelaki itu belum haji Nabi saw kemudian memerintahkannya untuk haji bagi dirinya sendiri kemudian baru menghajikan Syubrumah. Hal ini menunjukkan bahwa orang tidak boleh menghajikan orang lain sebelum menghajikan dirinya sendiri. Selain itu haji bagi dirinya sendiri hukumnya wajib baginya, sementara haji orang lain tidak wajib baginya, sehingga orang tidak boleh meninggalkan kewajiban dirinya sendiri sebab melakukan sesuatu yang tidak wajib baginya. (Alauddin al-Kasani, Badâ-i’us Shana-i' fî Tartîbis Syarâ-i', [Beirut, Dârul Kitâbil ‘Arabi: 1982 M], juz II, halaman 213).

Hukum Menghajikan Orang Tua yang Sudah Wafat Menurut Mazhab Hanafi

Sementara menurut mazhab Hanafi, orang yang belum haji boleh dan dianggap cukup untuk menjadi badal atau mengganti haji orang lain yang berhalangan. Ulama mazhab Hanafi berpedoman pada keumuman hadits berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ اَلْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم. فَجَاءَتِ اِمْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ، فَجَعَلَ اَلْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - يَصْرِفُ وَجْهَ اَلْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ اَلْآخَرِ. فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ، إِنَّ فَرِيضَةَ اَللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي اَلْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا، لَا يَثْبُتُ عَلَى اَلرَّاحِلَةِ، أَفَأَحُجُّ عَنْهُ؟ قَالَ: نَعَمْ. وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ اَلْوَدَاعِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ

Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: ‘Al-Fadhl bin Abbas menjadi pengawal Rasulullah saw. Lalu datang perempuan dari Khats’am (salah satu kabilah dari Yaman). Sontak al-Fadlu memandang perempuan itu dan perempuan itu pun memandangnya. Seketika itu pula Nabi saw memalingkan wajah al-Fadhl sisi lain (agar tidak melihatnya). Lalu perempuan itu berkata: ‘Wahai Rasulullah, sungguh kewajiban haji dari Allah kepada hamba-hambanya telah menjadi kewajiban bagi ayahku saat ia tua renta dan tidak mampu berkendara. Apakah aku boleh berhaji sebagai ganti darinya?’ Rasulullah saw menjawab: ‘Ya.’ Peristiwa itu terjadi dalam haji Wada’. (Muttafaq ‘Alaih, dan ini redaksi al-Bukhari).

Halaman:

Editor: Jarwoto

Sumber: NU Online

Tags

Terkini

Rabu Pungkasan Dibulan Shofar

Selasa, 12 September 2023 | 12:00 WIB

Suluk Maleman : 'Sujud ngAllah'

Senin, 17 Juli 2023 | 09:17 WIB

Keutamaan Hari Arafah di Bulan Dzulhijjah

Jumat, 8 Juli 2022 | 09:50 WIB

Peristiwa Penting Pada Bulan Dzulqa'dah

Jumat, 10 Juni 2022 | 22:28 WIB

KH Zakky Mubarak : Puasa dan Pembentukan Mental

Sabtu, 30 April 2022 | 05:00 WIB

Kesabaran di Bulan Ramadhan

Rabu, 27 April 2022 | 08:18 WIB

Hikmah Anjuran Makan Sahur

Senin, 18 April 2022 | 20:09 WIB

Rasulullah SAW: Tiga Kesabaran dalam Ramadhan

Jumat, 15 April 2022 | 15:00 WIB

Sayyid Abdullah Al-Haddad : 6 Adab Berpuasa

Jumat, 15 April 2022 | 11:12 WIB

KH Zakky Mubarak : Puasa Tumbuhkan Kejujuran

Kamis, 14 April 2022 | 12:00 WIB

Bulan Sya'ban dan Keutamannya

Jumat, 11 Maret 2022 | 09:48 WIB

Terpopuler

X