Imam Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H) menyebut Ramadhan sebagai bulan kesabaran, dan puasa adalah bagian dari sabar, atau pelatihan kesabaran. Ia mengutip hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengatakan (HR. Imam at-Turmudzi):
الصومُ نِصْفُ الصَّبْرِ
“Puasa itu separuh (dari) sabar.” (Imam Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathâ’if al-Ma’ârif fî mâ li Mawâsîm al-‘Âm min al-Wadhâ’if, Kairo: Dar al-Hadits, 2002, h. 207)
Sebelumnya, di kitab yang sama, Imam Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan bahwa pahala berpuasa di bulan Ramadhan berlipat ganda, dan kelipatannya tidak terbatas di angka tertentu (adl’âfan katsîratan bi ghairi hashr ‘adad). Hal ini terkait dengan predikat Ramadhan sebagai bulan kesabaran. Dalam Al-Qur’an, pahala orang-orang yang bersabar tidak dibatasi di bilangan tertentu. Allah berfirman (QS. Az-Zumar: 10):
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (Imam Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathâ’if al-Ma’ârif fî mâ li Mawâsîm al-‘Âm min al-Wadhâ’if, 2002, h. 207)
Riwayat lain yang mengatakan Ramadhan sebagai bulan kesabaran adalah riwayat Imam Ahmad bin Hanbal. Rasulullah bersabda:
صَوْمُ شَهْرِ الصَّبْرِ وَثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صَوْمُ الدَّهْرِ
“Berpuasa (di) bulan kesabaran (Ramadhan) dan (berpuasa) tiga hari dari tiap-tiap bulan adalah (seperti) puasa satu tahun” (Imam Abdurra’uf al-Munawi, Faidl al-Qadîr Syarh al-Jâmi’ al-Shaghîr, Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1972, juz 4, h. 211).